KONSEP DASAR AKUNTANSI
Secara umum
akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun standar
akuntansi yang ditujukan bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi
inilah yang kemudian muncul konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan
keuangan entitas. Berikut akan disajikan beberapa konsep dasar akuntansi dalam
berbagai versi.
Konsep dasar
akuntansi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka Dasar Penyajian
dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa asumsi
dasar akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going
concern). Menurut International Financial Reporting Standards (IFRS)
pada The Conceptual Framework for Financial Reporting paragraf 4.1,
sebagai asumsi dasar akuntansi adalah hanya kelangsungan usaha. Sedangkan
menurut Paton dan Littleton yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar
akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity Theory),
kontinuitas usaha(going concern), penghargaan sepakatan, kos melekat(cost
attach), upaya dan hasil(effort and accomplishment), bukti
terverifikasi, dan asumsi.
Dengan lebih
lengkap, Anthony, Hawkins, dan Merchant sebagaimana yang dikutip Suwardjono
(2005), konsep dasar akuntansi terdapat beberapa poin, di antaranya konsep
pengukuran dengan unit uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep
kos, aspek ganda, periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan,
konsistensi, dan materialitas. Maka, untuk kepentingan penelitian, hanya akan
dijelaskan konsep dasar yang merupakan postulat akuntansi dan berhubungan
dengan asumsi dasar akrual sebagai basis pencatatan akuntansi. Yaitu, konsep
entitas, konsep pengukuran uang, konsep kelangsungan usaha, konsep dua aspek
akuntansi, konsep kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching
concept), dan konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment).
Berikut penjelasan masing-masing konsepnya:
1. Konsep Entitas Bisnis (Entity Theory)
Dalam konsep ini bisnis perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis diperlakukan
berbeda atau secara hukum terpisah dengan pemilik dari bisnis tersebut. Hal ini
termasuk bahwa transaksi-transaksi dalam bisnis tersebut harus dijaga secara
keseluruhannya agar terpisah dari urusan pribadi dari seorang pemiliknya.
Namun, diperbolehkan bagi seorang pemilik untuk dapat memperoleh informasi yang
benar mengenai kondisi perusahaannya.
Business entity concept atau dalam literatur-literatur teori
akuntansi dikenal dengan entity theory digagas oleh William A Paton,
seorang professor dari Universitas Michigan. Ditegaskan olehnya, bahwa dengan
adanya entity theory, perusahaan dengan pemiliknya menjadi terpisah.
Kepemilikan aset dimiliki oleh perusahaannya, dan antara kewajiban dengan
pemegang ekuitas oleh investor dalam aset tersebut merupakan hak yang berbeda.
Atas dasar konsep ini, maka dapat dirumuskan dalam posisi keuangan atau neraca
bahwa aset sama dengan jumlah kewajiban ditambah dengan ekuitas pemilik. Konsep
ini menurut Suwardjono (2005) mempersonifikasi badan usaha sebagai orang yang
dapat melakukan perbuatan hukum dan ekonomi, misalnya dalam pembuatan kontrak
dan kepemilikan aset. Menurutnya, sebagai konsekuensi dari konsep entitas,
hubungan antara entitas dengan pemilik dipandang sebagai hubungan bisnis
terutama dalam hak dan kewajiban atau utang piutang.
Meskipun antara perusahaan dengan pemiliknya terpisah, namun pemilik tetap
berhak atas keuntungan yang harus diberikan oleh perusahaan dalam bentuk
dividen. Laba bersih yang diperoleh dengan demikian bukanlah semerta-merta
adalah hak dari pemilik perusahaan. Diperlukan proses dalam menentukan untuk
dapat ditentukan kebijakan distribusi laba dalam bentuk dividen atau mengambil
kebijakan untuk menahan laba, yang dikenal dengan laba ditahan yang ditambahkan
pada ekuitas pada posisi keuangan. Yang secara substansi juga menambah kekayaan
dari pemilik perusahaan itu sendiri.
Dalam hubungan antara perusahaan dengan pemilik ini memang perlu pengkajian
apakah entity theory selamanya menjadi relevan pada semua bentuk bisnis.
Sebab pada tiap bentuk bisnis, tetap ada keinginan pemilik untuk menjadi bagian
dari manajemen dan mengoperasikan bisnisnya tersebut. Namun, American
Accounting Association (AAA) yang dikutip Wolk, Francis, dan Tearney (1991)
dalam bukunya Accounting Theory: a Conceptual and Institutional Approach menyatakan
bahwa:
Although the
entity theory provides a good description of the relationship between the firm
and its owners, its duality relative to income and owner’s equity in the
traditional form has probably been responsible for fact that its precepts have
not taken a strong hold in committee reports and release of various accounting
bodies. (hlm 132)
Suwardjono (1986) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep entitas bisnis (business
entity concept) memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan merupakan
pertanggungjawaban perusahaan dan bukanlah pertanggungjawaban pemilik, maka
dengan demikian pendapatan dan biaya dipandang sebagai perubahan dalam kekayaan
perusahaan bukannya perubahan dalam kekayaan pemilik.
Sebagai implikasi dalam administrasi perusahaan yang baik, Suwardjono (1986)
menyatakan bahwa menjadi hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi
perusahaan dan transaksi pribadi. Dalam administrasi lainnya, terutama dalam
memperlakukan biaya, semua biaya yang secara nyata terjadi dalam perusahaan
adalah tepat untuk dicatat pertama kali sebagai bagian dari total kekayaan
(aset atau aktiva) perusahaan. “Jadi, biaya pendirian perusahaan, biaya emisi
saham, dan biaya yang ada hubungannya dengan hal tersebut adalah unsur aktiva
perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5). Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi
dengan diakuinya dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.
2. Konsep Pengukuran Uang (Money Measurement
Concept)
Konsep ini mengandung pengertian bahwa uang merupakan alat ukur umum dan paling
tepat dalam aktivitas ekonomi dan menjadi dasar yang tepat pula bagi pengukuran
analisis akuntansi. Dalam pencatatan, unit moneter yang diwakili oleh uang
sangat relevan, sederhana, tersedia secara universal, dapat dipahami dan
berguna. Secara umum, dengan adanya uang sebagai alat ukur, menjadikan
penyajian akuntansi dengan unit moneter lebih dapat terkomunikasikan atas
informasi sumber daya ekonomi yang dimiliki dan tersaji dalam bentuk informasi
kuantitatif. Hal inilah yang membuat pengguna laporan keuangan lebih dapat
melihat objektifitas informasi sumber daya ekonomi bagi perusahaan untuk dapat
membuat keputusan ekonomi yang rasional.
Sebenarnya dalam konteks ekonomi, kehadiran uang sebagai alat tukar (medium
of exchange) karena sistem ekonomi tidak lagi menganut sistem ekonomi
non-barter. Hasilnya, uang saat ini sebagai standar utama dalam menilai dan
sebagai hal yang pokok dalam proses pengukuran. Dengan demikian, laporan
keuangan disajikan dengan unit moneter yang disesuaikan dengan jenis mata uang
suatu Negara di mana perusahaan tersebut beroperasi.
Dalam pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) mengemukakan bahwa
satu-satunya data yang pasti yang dapat diperoleh untuk menunjukkan adanya
transaksi pertukaran secara objektif dan untuk menyatakan transaksi pertukaran
tersebut secara homogen adalah jumlah satuan uang yang terlibat dalam
pertukaran. Maka, data tersebut merupakan bahan olah dasar akuntansi.
3. Konsep Kelangsungan Usaha (Going Concern)
Postulat kelangsungan usaha (going concern) mengasumsikan bahwa
perusahaan akan terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi
asumsi ini, pada keadaan luar biasa, nilai laporan likuidasi untuk aset dan
ekuitas adalah ‘pelanggaran’ atas konsep atau asumsi dasar ini. Sebab asumsi
kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa perusahaan akan mampu mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak untuk dilikuidasi dalam jangka
pendek. Belkaoui (1992) menambahkan bahwa dengan adanya konsep ini (going
concern) entitas akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk mewujudkan
proyek-proyeknya, komitmen, dan kegiatan yang sedang berlangsung.
Mengambil pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) berpendapat mengenai
konsep ini bahwa data keuangan terus terjadi setiap waktu akibat aliran
kegiatan yang berlangsung terus dalam perusahaan dan validitas data keuangan
yang dilaporkan pada waktu tertentu seringkali harus diuji dengan jalannya
kejadian pada waktu yang akan datang. Maka menurutnya, data keuangan yang
dituangkan dalam laporan keuangan harus dianggap bersifat sementara dan
bukannya bersifat final. Secara jelas Suwardjono (2005) menyatakan:
Konsep ini
menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala, atau rencana pasty
di masa datang bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan atau dilikuidasi, maka
akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan berlangsung terus
sampai waktu yang tidak terbatas.(hlm.223)
Dasar pikiran adanya konsep kontinuitas usaha, Paton & Littleton yang
dikutip Suwardjono (1986) didasarkan karena pertimbangan kepraktisan dan
kemudahan dalam pelaksanaan akuntansi oleh karena jalannya operasi perusahaan
di masa mendatang tidak dapat diduga secara pasti. Konsep ini berimplikasi
terhadap laporan-laporan periodik. Selama perusahaan merupakan wadah aliran
kegiatan yang tidak terputus-putus, maka proses pemenggalan aliran kegiatan ke
dalam periode-periode fiskal atau akuntansi (yang merupakan periode laporan
keuangan) berakibat memutus hubungan kegiatan yang saling berkaitan antara
periode yang satu dengan yang lainnya. Alasan lainnya adalah karena dalam
menghadapi ketidakpastian kelangsungan usaha, maka akuntansi menganut konsep
ini atas dasar penalaran bahwa harapan normal atau umum pendirian perusahaan
adalah untuk berlangsung terus dan berkembang, bukan untuk mati atau
dilikuidasi.
4. Konsep Dua Aspek Akuntansi
Di bawah konsep ini, pada setiap dan masing-masing transaksi dibagi ke
dalam dua aspek. Salah satu aspek berhubungan dengan penerimaan atas suatu
manfaat tertentu sedangkan aspek yang lain berhubungan dengan pemberian atas
manfaat tersebut. Misalnya, ketika mesin yang telah dibeli oleh perusahaan,
mesin memberikan manfaat untuk dapat memproduksi barang atau jasa. Untuk
memiliki mesin tersebut perusahaan harus membayar sejumlah uang kepada supplier
mesin. Dengan demikian setiap transaksi bisnis berkaitan dengan dua aspek yang
tidak terpisahkan dan kedua aspek tersebut dicatat tanpa terkecuali.
Konsep dual aspect ini mendasarkan pada kaidah bahwa untuk setiap
kegiatan bisnis selalu memiliki persamaan dan reaksi sebaliknya. Menurut konsep
ini aset perusahaan akan sama dengan kewajiban ditambah modal. Anthony, Hawkins
dan Merchant yang dikutip Suwardjono (2005) mengemukakan bahwa sebenarnya
konsep dua aspek akuntansi (sistem berpasangan) merupakan turunan dari konsep
kesatuan usaha. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik mengakibatkan
manajemen harus selalu mempertanggungjawabkan aset yang telah dan sedang
dikelolanya serta menyajikan sumber aset tersebut.
5. Konsep Kos
Pada
dasarnya penggunaan prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk
menentukan nilai jual dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai
laba yang diperolehnya. Di mana penilaian dengan cara yang lain akan
mengakibatkan munculnya subjektifitas sehingga berdampak pada informasi
keuangan yang bias. Namun, dalam standar akuntansi keuangan pun jika hal
tersebut menjadi tidak relevan, maka diperkenankan menilai dengan nilai wajar
sebagai basis pengukurannya.
Menurut konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan
harga pembelian. Misalnya, jika bangunan dibeli dengan harga US$ 75,000 yang
mana secara aktual seharga US$ 100,000, maka dalam buku akun dicatat dengan
nilai harga pembelian, yakni US$ 75,000.
Sebagai tambahan, Suwardjono (1986) dalam pokok pikiran Paton & Littleton,
menyatakan mengenai konsep ini dengan berimplikasi kepada biaya menjadi bagian
penting dari total upaya yang dikorbankan dalam memproduksi dan menjual barang
atau jasa. Pada tiap jenis biaya tersebut dapat digabung-gabungkan berdasarkan divisi
operasi (departemen), bagian dari produk, atau interval waktu seolah-olah
biaya-biaya tersebut mempunyai daya saling mengikat sebagaimana data ikat yang
dimiliki benda fisik.
6. Konsep Periode Akuntansi
Meskipun akuntansi juga berasumsi bahwa bisnis akan tetap ada selama jangka
waktu yang lama dan tidak ditentukan, penting untuk dipantau akun atau
pencatatan dengan keterangan yang jelas untuk periode bisnis yang ditujukan
untuk mengetahui hasil operasi bisnis dan disajikan posisi keuangan untuk
periode tersebut. Biasanya pencatatan dipersiapkan untuk periode satu tahun
yang mana boleh jadi sesuai dengan kalender tahunan sebagai tahun laporan
keuangan.
“Konsep perioda menyatakan bahwa akuntansi memperhitungkan laba dengan periode
waktu sebagai takarannya dan bukan angkatan produk,” (Suwardjono, 2003, hlm
101). Lanjut Suwardjono (2003) bahwa sebagai implikasi dari konsep ini adalah
akuntansi menentukan laba dengan menandingkan atau mengasosiasi pendapatan
periode dengan biaya yang dianggap menciptakan pendapatan untuk periode
tersebut. “Jadi, biaya dianggap sebagai upaya untuk menghasilkan pendapatan
dengan waktu sebagai takaran penandingan,” (Suwardjono, 2003: hlm. 101).
7. Konsep Penandingan (Matching Concept)
Dalam
akuntansi dikenal prinsip matching concept. Di mana yang dimaksud dari
prinsip ini adalah dengan diakuinya beban bukan pada saat pengeluaran kas telah
terjadi atau telah dibayarkan. Namun, diakui ketika suatu produk atau jasa
secara aktual memberikan kontribusi terhadap pendapatan. “Pendapatan suatu
periode harus dibebani dengan biaya-biaya yang secara ekonomis berkaitan dengan
produk yang menghasilkan pendapatan tersebut,(Suwardjono, 1986, hlm 116).
Hal ini
memungkinkan adanya biaya yang ditangguhkan dan diperlakukan sebagai aset pada
posisi keuangan atau neraca. Meskipun dalam kenyataannya biaya ditangguhkan
tersebut tidak memberikan manfaat ekonomi di masa depan.
“Expenses
are defined as costs that expire as a result of generating revenues,” (Wolk, Francis, Tearney, 1991, hlm. 124). Bahwa beban ditentukan sebagai
upaya untuk memperoleh penghasilan atau pendapatan. Proses pengakuan beban
untuk kategori seperti depresiasi, harga pokok produk atau penjualan, bunga dan
biaya ditangguhkan disebut dengan konsep penandingan ini (matching concept).
Konsep matching berimplikasi pada biaya diakui secara adil dan secara
wajar untuk mengakui pendapatan.
Wolk,
Francis, dan Tearney (1991) menyatakan bahwa konsep matching dengan
demikian memiliki dua aspek:
First, the
historical cost approach often tends to substantially understate expense
measurements relative to the value of expired-asset service. Second, the
“systematic and rational” method employed under generally accepted accounting
principles tend to be extremely arbitrary: a particular problem can be handled
in more than one way. (hlm. 124)
Suwardjono (2003) mengatakan bahwa konsep penandingan merupakan implikasi dari
adanya konsep periode akuntansi. Penandingan (matching) dilakukan untuk
menentukan laba periode tersebut, sehingga pendapatan periode tersebut
ditandingkan dengan biaya-biaya yang dianggap menciptakan pendapatan tersebut.
Maka, biaya dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan
dengan waktu sebagai takaran penandingannya.
8. Konsep Upaya dan Hasil (Effort
and Accomplishment)
Lebih lanjut
dalam konsep penandingan (matching concept) yang berimplikasi pula pada
konsep upaya dan hasil dalam akuntansi, memberikan implikasi bahwa biaya adalah
upaya dalam rangka memperoleh hasil yang dalam hal ini disebut pendapatan.
“Secara konseptual, pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan
menanggung biaya,” (Suwardjono, 2005, hlm. 234). Artinya pendapatan sudah dapat
diakui meskipun belum terealisasi karena adanya pengeluaran atau upaya entitas
dalam melakukan kegiatan produktifnya.
Dalam pokok
pikiran Paton & Littleton, Suwardjono (1986) juga menyatakan bahwa jikalau
jumlah rupiah yang diperhitungkan dalam pembelian barang dan jasa digunakan
untuk mengukur upaya untuk memperoleh hasil. Dan jumlah rupiah tersebut yang
diperhitungkan dalam penjualan barang dan jasa digunakan untuk mengukur hasil
yang diperoleh, maka persoalan utama akuntansi adalah menandingkan biaya
(sebagai representasi upaya) dan pendapatan (sebagai representasi hasil)
periodik sebagai pembacaan alat duga untuk mengetahui pengaruh upaya yang
dikorbankan terhadap hasil.
Komentar
Posting Komentar